Saya cuma menatap-natap saja di desa Siladang. Desa asal si Sampuraga yang ada di legenda Mandailing. Desa ini tidak begitu besar. Tapi desanya memanjang. Nama desa ini sekarang di beri nama Sipapaga, Panyabungan Madina. Ketika ke sana, saya tidak sempat berkomunikasi dengan orang setempat. Dikarenakan waktu yang teramat sempit. Jadi saya cuma melihat lihat gugusan kebun karet dan pohon aren yang amat luas. Memang nampaknya mata pencaharian masyarakat di sini adalah menderes karet dan membuat gula merah.
Mamang sepanjang saya lewat, banyak juga yang sedang memasak air nira untuk diolah jadi gula. Mereka nampak memasaknya di luar rumah. Dengan membuat gubuk di depan rumahnya, di situlah mereka memasaknya. Keadaan rumah di sini nampaknya masih lebih banyak yang terbuat dari rumah kayu. Tapi mereka nampak tidak miskin. Sebab banyak nampaknya walaupun hanya punya rumah kayu, tapi mereka sudah punya sepeda motor. Dan ada lagi, rupanya mereka tidak memakai bahasa Mandailing. Tapi ada bahasa sendiri mereka. Yaitu bahasa Siladang. Saya pun tidak mengerti arti bahasa mereka. Tapi bahasa mereka, telah merupakan suatu kekayaan budaya di Mandailing. Entah mengapa mereka punya bahasa yang lain di tengah-tengah suku Mandailing yang amat banyak penduduknya. Dan bagi ahli budaya, ini suatu yang patut untuk diselidiki. Tapi saya yakin, nanti mereka sendiri akan bisa membukukan sejarah suku mereka. Sebab mereka nampaknya rajin bersekolah. Saya tahu karena ketika pulang dari lokasi itu, banyak berpapasan dengan saya anak-anak pelajar yang pulang dari sekolahnya. Mereka pulang dengan naik sepeda, sepeda motor, dan ada juga yang berjalan kaki. Sayapun akhirnya keluar dari desa itu. Desa yang amat hijau dengan dedaunan. Mataku terasa segar di desa itu. Yaitu desa asal-usul Sampuraga na maila marina (yang malu mengakui ibu kandungnya sebagai ibunya).
Ditulis oleh: lhemboe
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar