Rabu, 01 Oktober 2008

Desa Siladang Asal si-Sampuraga

Saya cuma menatap-natap saja di desa Siladang. Desa asal si Sampuraga yang ada di legenda Mandailing. Desa ini tidak begitu besar. Tapi desanya memanjang. Nama desa ini sekarang di beri nama Sipapaga, Panyabungan Madina. Ketika ke sana, saya tidak sempat berkomunikasi dengan orang setempat. Dikarenakan waktu yang teramat sempit. Jadi saya cuma melihat lihat gugusan kebun karet dan pohon aren yang amat luas. Memang nampaknya mata pencaharian masyarakat di sini adalah menderes karet dan membuat gula merah.
Mamang sepanjang saya lewat, banyak juga yang sedang memasak air nira untuk diolah jadi gula. Mereka nampak memasaknya di luar rumah. Dengan membuat gubuk di depan rumahnya, di situlah mereka memasaknya. Keadaan rumah di sini nampaknya masih lebih banyak yang terbuat dari rumah kayu. Tapi mereka nampak tidak miskin. Sebab banyak nampaknya walaupun hanya punya rumah kayu, tapi mereka sudah punya sepeda motor. Dan ada lagi, rupanya mereka tidak memakai bahasa Mandailing. Tapi ada bahasa sendiri mereka. Yaitu bahasa Siladang. Saya pun tidak mengerti arti bahasa mereka. Tapi bahasa mereka, telah merupakan suatu kekayaan budaya di Mandailing. Entah mengapa mereka punya bahasa yang lain di tengah-tengah suku Mandailing yang amat banyak penduduknya. Dan bagi ahli budaya, ini suatu yang patut untuk diselidiki. Tapi saya yakin, nanti mereka sendiri akan bisa membukukan sejarah suku mereka. Sebab mereka nampaknya rajin bersekolah. Saya tahu karena ketika pulang dari lokasi itu, banyak berpapasan dengan saya anak-anak pelajar yang pulang dari sekolahnya. Mereka pulang dengan naik sepeda, sepeda motor, dan ada juga yang berjalan kaki. Sayapun akhirnya keluar dari desa itu. Desa yang amat hijau dengan dedaunan. Mataku terasa segar di desa itu. Yaitu desa asal-usul Sampuraga na maila marina (yang malu mengakui ibu kandungnya sebagai ibunya).
Ditulis oleh: lhemboe

ARTI KEDATANGAN HARIMAU DI MANDAILING

Harimau adalah binatang yang amat di hormati bagi masyarakat Mandailing. Bahkan di desa-desa yang dekat dengan hutan, biasanya orang takut menyebut kata harimau. Orang sering mengatakan dengan sebutan “Ompungi”, yang artinya kakek atau buyut. Kata nenek moyang batak Mandailing, jika kita berani mengatakan kata harimau walaupun sedang bercerita, itu sama dengan mengundang ompungi ke kampung kita. Tapi nenek moyang Mandailing mengakui bahwa harimau ini cukup beradat. Dia tak akan mengganggu orang yang tak ada salahnya. Dan telah banyak orang yang bercerita, bila ia ketemu dengan harimau. Kita lebih baik diam dari pada lari. Karena jika kita berlari, dia akan beranggapan kita punya salah. Tapi kalau kita diam dengan memandangi wajahnya. Kita usahakan agar kening kita terbuka waktu berhadapan dengannya. Dia akan pergi pada akhirnya. Dia tak akan mengganggu. Apalagi kata nenek moyang Mandailing, ada dikening manusia, tulisan tuhan yang harimau tak sanggup menatapnya dengan lama. Karena itu ia akan pergi. Dan adapt harimau ini, nampak juga ketika musim durian di tanah Mandailing. Jika kita sedang menjaga durian di malam hari. Menjaga dengan maksud agar kita mengumpulkan durian yang runtuh di malam hari. Sebaiknya kita jangan mengambil semua hasilnya. Kita meninggalkan sebagian untuk harimau. Kalau tidak, dìa nantinya akan mengaum dari balik rimba. Tapi demikian juga sebaliknya. Bila harimau ini yang sampai duluan ke tempat harimau yang runtuh. Diapun tak akan mengambil semua. Dia akan meninggalkan bagian kita. Begitulah beradatnya harimau ini. Dan ada lagi banyak cerita tentang harimau di Mandailing. Kata sesepuh Mandailing, jika ada harimau masuk kampung. Biasanya karena telah ada seseorang yang berbuat dosa di kampung tersebut. Contohnya bila telah ada yang berbuat zina di satu desa. Biasanya harimau akan berkeliaran di desa itu selama hampir seminggu. Semua orang yang tinggal di perkampungan, tahu tentang hal ini. Begitulah beradatnya harimau di Mandailing sumatera utara. Tapi seiring meluasnya daerah perkebunan. Dan maraknya perburuan liar. Harimau seakan tidak punya tempat lagi. Mereka sudah hampir punah Cerita cerita harimau atau ompungi, mulai hilang dari bibir penduduk mandailing. Yang memperdulikan cerita cerita ini, hanya di kampung yang amat terpencil sekarang. Sementara di desa yang mulai modern, sudah mengabaikan cerita ini. Tapi sebaiknya cerita ini kita anggap sebagai cerita budaya di tanah Mandailing. Betul atau tidak, inilah cerita nenek moyang Mandailing Indonesia.
Ditulis oleh: Sabarlullah. Tjg